Minggu, 16 Maret 2014

KESEHATAN

GIZI BURUK DI INDONESIA Saat ini masalah gizi buruk tidak hanya dihadapi oleh masyarakat menengah ke bawah, tetapi juga kalangan masyarakat yang lebih luas. Hampir 40juta penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. Separuh dari total rumah tangga masyarakat Indonesia mengkonsumsi makanan kurang dari kebutuhan sehari-hari. Lima juta balita berstatus kurang gizi dan lebih dari 100 juta penduduk berisiko terhadap berbagai masalah kurang gizi. Hal ini menjadi gambaran sederhana tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia yang mencerminkan rendahnya kesadaran gizi di kalangan masyarakat. Permasalahan ekonomi kerap menjadi alasan utama banyaknya kasus gizi buruk, hal ini diikuti dengan faktor lingkungan yang tidak sehat, juga kurangnya ketersediaan air bersih. Kemiskinan yang diderita oleh penduduk Indonesia belumlah selesai. Dengan tingkat ekonomi yang rendah, masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara layak. Mereka tidak sanggup membeli beras yang harganya kian melambung, maka nasi aking pun jadi santapannya. Mereka tak mampu membeli daging, makan tempe dan tahu pun sudah serasa mewah.Jangankan memikirkan standar kesehatan dan asupan gizi, sudah bisa makan hari itu pun mereka syukuri. Dengan kenyataan yang seperti ini, wajar jika banyak penduduk Indonesia yang masih terkena gizi buruk. Lingkungan yang tidak sehat juga merupakan salah satu faktor penyebab gizi buruk. Bagaimana masyarakat akan memperhatikan lingkungannya jika untuk sekedar makan sehari-hari saja masih susah? Akhirnya masyarakat akan tinggal di tempat yang tersedia, jika tinggal di kota besar, ketersediaan lahan menjadi satu-satunya alasan tinggal disana. Besarnya biaya tinggal membuat masyarakat menempatkan kelayakan dan kesehatan lingkungan diurutan kesekian. Ketersediaan air bersih untuk aktifitas masyarakat pun masih sulit. Banyak yang akhirnya menggunakan air yang tidak terjamin bersih untuk keperluan sehari-hari. Akhirnya MCK pun dilakukan di pinggir sungai yang juga sebagai tempat pembuangan limbah baik dari rumah tangga maupun perusahaan. Masalah gizi sendiri termasuk ke dalam masalah kesehatan yang sangat mendasar bagi kehidupan, karena bila ada seseorang mengalami masalah gizi maka dampaknya akan sangat luas. Hal itu terjadi karena anak yang mengalami kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan dan perkembanganya terhambat dan nantinya akan menurunkan kualitasnya sebagai sumber daya manusia secara luas, yang selanjutnya dapat menurunkan kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang akan datang. Sebagai contoh, menurut hasil South East Asia Nutritions Surveys (SEANUTS), sekitar 24,1 persen anak laki-laki dan 24,3 persen anak perempuan Indonesia mengalami ukuran tubuh pendek (stunting). Survei yang dilakukan terhadap lebih dari 7.000 anak-anak Indonesia berusia 6 bulan hingga 12 tahun ini juga menunjukkan sekitar 1 dari 3 balita Indonesia mengalami masalah pertumbuhan tinggi badan. Terlebih lagi,, jumlah anak-anak Indonesia dengan ukuran tubuh pendek diketahui lebih banyak dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia, Thailand dan Vietnam. Menurut Dr. Sandjaja, MPH, selaku ketua tim peneliti SEANUTS Indonesia, kondisi ini dipicu karena kurangnya asupan gizi yang diterima anak di masa awal kelahirannya. Selain itu, faktor kurangnya kebutuhan nutrisi saat masa kehamilan juga turut mempengaruhi. “Kekurangan gizi pada anak dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik dan otak anak serta menjadikan perkembangan kognitif anak tidak bertumbuh optimal, seperti anak menjadi kurus dan pendek (stunting),” jelas Dr. Minarto Ketua Persatuan Ahli Gizi dalam pemaparan hasil SEANUTS beberapa waktu lalu. Menurut Unicef, Indonesia studi menunjukkan bahwa anak stunting sangat berhubungan dengan prestasi pendidikan yang buruk, lama pendidikan yang menurun dan pendapatan yang rendah sebagai orang dewasa. Anak-anak stunting menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang berpendidikan, miskin, kurang sehat dan lebih rentan terhadap penyakit tidak menular (PTM). Masalah gizi buruk merupakan masalah yang harus diselesaikan tidak hanya melibatkan satu sektor, tetapi juga harus melibatkan beberapa sektor lainnya untuk menanggulangi secara intensif dan berkala. Program-program tersebut dapat melalui program BKKBN, Kementerian Pertanian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, dan lembaga lainnya yang dapat membantu dalam menangani masalah gizi buruk yang ada di Indonesia. Salah satu langkah yang dapat dijadikan solusi untuk mengurangi kasus gizi buruk ini adalah pentingnya gerakan masyarakat terutama bagi seorang ibu akan sadar gizi, dimulai dari pola konsumsi makanan yang bergizi, beragam dan berimbang memperhatikan sanitasi dan kesehatan lingkungan serta dapat dilakukan penyuluhan mengenai program sadar gizi di berbagai posyandu-posyandu yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar